Minggu, 28 Januari 2018

AKU

            Ini adalah awal tahun 2018, beberapa pekan yang lalu orang-orang merayakan tahun baru. Awal dan baru dua kata yang bebrapa kali membuat manusia lalai dan dua kata tersebut sangat berkaitan dengan waktu. Ya, memang manusia beberapa kali lalai dengan waktu, maka terdapat pepatah bahasa arab yang berbunyi “ Al-waqtu kas-saifi, in lam taqta’hu qata’aka” yang artinya, waktu itu seperti pedang, jika engkau tidak pandai mengelola, ia akan membunuhmu. Dalam masa muda yang manusia anggap lama itu manusia sering tidak memanfaatkan waktunya, kemudian datanglah masa tua yang penuh penyesalan. Dalam keadaan sehat yang seolah-olah abadi itu, manusia sering tak siap ketika ajal telah kian mendekati. Awal dan baru akan segera bertemu dengan lama dan akhir.
...
            Beberapa hari yang lalu, ada kabar duka dari tetangga aku. Tetangga aku meninggal karena kanker getah bening yang sudah tiga tahun dideritanya. Aku mendapat kabar itu dari teman kecil aku yang masih menjadi tetangga aku. Ya, teman kecil aku yang masih tersisa, namanya Afrochi. Kabar meninggalnya tetangga aku inipun mengingatkan aku kepada teman-teman semasa kecil aku.


Wah, kanca cilikane kene wis do meninggal kabeh ya? Mas Tego, Mas Trisman, wis meninggal kabeh”. Ucapku kepada Afrochi.

La iyo to kang, jenenge wis tuo”. Jawabnya

Mbiyen pas bapak sekolah ning Kediri barang, ono adek kelasku meninggal ning pondok. Yo bapak sing kon ngurusi padahal pondoke ning Jombang”. Bapak melanjutkan ceritbapak, sembari menunggu adzan isya’.

Lo kok iso ngono kang?” Tanyanya.

“Lha bapak itungane mbiyen lurah pondoke kono”. Jawabku, kemudian adzan isya’ berkumandang.

Ba’da sholat isya’ akhirnya kami melayat ke tetangga kami.
...

Sekarang tahun 2018, enam belas Juni nanti umurku menginjak lima puluh delapan tahun. Aku sudah tak muda lagi, dan anakku sudah tak kecil lagi. Dulu ketika ia kecil, aku sering tidur dengannya. Sebelum tidur biasanya aku menyetel radio yang satu paket dengan senter besar, lansung aku alihkan frekuensinya ke radio Elshinta. Sambil mendengar radio Elshinta aku bercerita tentang masa sekolahku dulu. Aku selalu bilang kepada anakku untuk sekolah yang tinggi. Karena aku tahu pahitnya tanpa pendidikan.
Dulu di sini tidak banyak bangunan seperti sekarang. Dulu disini adalah sawah yang terhampar luas dan sungai yang mengalir deras. Enam tahun bapak menjaga ternak, enam tahun setelah bapak lulus Sekolah Dasar bapak tidak melanjutkan ke pendidikan formal. Kemudian dalam kuasa Allah dan segala keunikannya, sekelebat bapak memikirkan untuk bersekolah lagi. Tak ada kata terlambat pikirku.
Bapak kemudian berkelana ke Jawa Timur. Di Jombang bapak berhenti. Kota yang Tak pernah terbayang olehku. Kota yang jauh, sangat jauh dari Semarang. Bapak sangat ingat, uang yang bapak bawa untuk bertahan hidup disana hanya lima belas ribu rupiah. Itu adalah uang yang emak aku mampu berikan kepadbapak. Kemudian di sekitar Tambak Beras bapak mondok dan sekolah. Enam tahun lamanya. Takdir Tuhan juga yang menjadikan aku untuk belajar kursus bahasa inggris di Pare, Kediri. Waktu itu bapak mengayuh sepedbapak beberapa kilo meter ke Pare. Pahitnya menjadi tidak berilmu memotivasi bapak untuk bolah-balik mengayuh sepedbapak. Berkilo meter.
Setelah itu bapak begitu sibuk untuk belajar. Setelah kursus bahasa inggrisku rampung, bapak melanjutkan untuk menempuh S1 di IAIN Wali Songo, Semarang. Bapak anak terakhir dari tiga bersaudara, dan bapak satu-satunya yang berpikir untuk kuliah. Maka bapak sadar bapak adalah tumpuan keluarga. Sejak sat itu, bapak memutuskan untuk bekerja dan kuliah. Dari semester tujuh bapak mengajar di Madrasah Tsanawiyah swasta dekat rumahku. Sampai bertahun-tahun itu adalah kesibukanku. Sampai bapak sadar bapak telah berumur tiga puluh delapan tahun, dan bapak belum menikah.
Tidur dulu sana, besok tak ceritain pertemuan bapak sama ibu.
...
            Ah, aku jadi ingat masa laluku. Menceritakan masa lalu memang menyenangkan. Meskipun banyak cerita yang pahit, Allah ternyata mempunyai jalan yang indah untuk setiap hambanya. Itu tentang masa lalu. Sekarang dihadapanku adalah masa depan. Aku sudah tidak muda lagi. Berapa lama lagi Allah memberikanku waktu sebelum aku bertemu teman-temanku pun aku tak tahu. Wallahu a’lam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar