Kerlip lampu kota itu jumlahnya ratusan bahkan ribuan, membuatku larut dengan segala kesedihan. Aku bertanya kepada Tuhan
“ Mengapa Engkau
menciptakan hati?”.
Aku tak tahu mengapa aku menanyakannya,
karena untuk saat ini aku hanya tahu bahwa hati adalah bagian terapuh dalam tubuhku.
Hanya itu.
Hingga aku kembali tahu, aku tak butuh jawaban. Karena kerlip lampu kota yang jumlahnya kini tinggal puluhan itu menyadarkanku. Betapa hidup itu adil. Kota ini ini ternyata lebih indah dalam remangnya atau mungkin sama indahnya saat sinar mentari mengguyur rata bangunan kota ini, bahkan mengguyur gang kecil yang bahkan hanya didiami tikus-tikus kota. Hidup ini adil, biarkan berjalan seperti semestinya.
Hingga aku kembali tahu, aku tak butuh jawaban. Karena kerlip lampu kota yang jumlahnya kini tinggal puluhan itu menyadarkanku. Betapa hidup itu adil. Kota ini ini ternyata lebih indah dalam remangnya atau mungkin sama indahnya saat sinar mentari mengguyur rata bangunan kota ini, bahkan mengguyur gang kecil yang bahkan hanya didiami tikus-tikus kota. Hidup ini adil, biarkan berjalan seperti semestinya.
Aku
menengok jam tangan digitalku, menunjukkan pukul-dua puluh empat-nol
nol. Malam yang larut ini tanpa sadar telah melarutkan semua keluh kesahku. Aku
kembali ke rumahku. Bersiap mengutuk pintu itu kembali dan Berkata.
“Aku pulang”
***
“
Aku pulang”
Pukul
dua fajar aku sampai rumah. Aku sedikit tertawa, menertawakan rumah kecilku.
Aku ambil kunci rumah yang aku bawa dalam saku celanaku. Aku buka pelan,
kemudian aku menuju kamar pertama setelah pintu masuk. Itu kamar anakku, di
sana juga tidur istriku, ah, sudahlah kamar tidur di rumahku hanya satu. Haha,
tak perlu diratapi lagi. Biarlah hidup menjawab kemiskinanku. Karena dalam
kamar ini, aku dapat miringkuk merasakan hangatnya cinta.
Ku
usap pelan rambut anakku, kemudian istriku.
“
Terima kasih Tuhan, Engkau telah menciptakan hati. Karena dalam kehancuran
seperti apapun hidupku, hati selalu menjadi bagian menguatkanku”.
Kemudian seperti hari-hariku yang telah
berlalu, aku meringkuk lagi bersama keluarga kecilku. Aku tak tahu apakan
hidupku akan hancur seperti apa lagi dam sesengsara seperti apa lagi. Karena aku
punya hati.
Dalam hati aku tak sendiri
Aku bersama orang yang aku cintai.
Meskipun sekali, lagi hidupku aku tidak
tahu akan seperti apa lagi. –FIN-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar