“La Lutte Continue”
1.
Identita Buku
Judul
Buku/ Novel : Pulang
Penerjemah : -
Penerbit : Kepustakaan Populer
Gramdia
Tahun
Terbit : 2012
Cetakan
: Jakarta, September
2014
Edisi : Ke-5
Tebal
Buku : viii+461
Harga
Buku : Rp. 69.000
2.
Kepengarangan
Latar Belakang Pengarang
Leila S. Chudori. Lahir
di Jakarta 12 Desember 1962. Karya-karya awal Leila dipublikasikan saat ia
berusia 12 tahun di majalah Si Kuncung, Kawanku, dan Hai. Pada
usia dini, dia menghasilkan buku kumpulan ceren berjudul Sebuah Kejutan,
Empat Pemuda Kecil, dan Seputih Hati Andra.
Leila menempuh
pendidikan di Lester B. Person College of the Pasific (United World of
Colleges) di Victoria, Kanada, dan dilanjutkan studi Political Science dan
Comparative Development Studies di Universitas Tent, Kanada. Selama ini dia
menulis di majalah Zaman, Horison, Matra, jurnal sastra Solidarity
(Filipina), Menagerie (Indonesia), dan Tenggara (Malaysia). Buku
kumpulan cerita pendeknya Malam Terakhir (Pustaka Utama Grafiti, 1989;
Kepustakaan Populer Gramedia, 2009,2012) telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Jerman Die Letzte Nacht (Horlemman Verlag).
Sejak tahun 1989 hingga kini bekerja sebagai wartawan majalah
berita Tempo.
Leila adalah penggagas dan penulis skenario dalam drama televisi
berjudul Dunia Tanpa Koma (produksi SenemArt, sutradara Maruli Ara) yang
menampilkan Dian Sastrowardoyo dan ditayangkan RCTI pada 2006. Drama televisi
ini mendapat penghargaan Sinetron Terpuji Festival Film Bandung 2007 dan Leila
menerima penghargaan sebagai Penulis Skenario Drama Terpuji pada festival dan
tahun yang sama.
Terakhir, Leila menuis skenario film pendek Drupadi
(produksi SinemArt dan MilesFilm, sutradara Riri Riza), sebuah tafsir kisah Mahabarata;
dan film Kata Maaf Terakhir (Maruli Ara, 2009) yang diproduksi SinemArt.
Pada tahun 2009, Leila S. Chudori meluncurkan buu kumpulan cerpen
terbarunya “9 dari Nadira” dan penerbitan ulang buku “Malam Terakhir”
oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) yang dilangsir oleh Agus Noor dalam
harian Kompas sebagai “ kembalinya anak emas sastra Indonesia”. Kedua buku nya Malam
Terakhir dan 9 dari Nadira kini dalam proses penerjemahan ke dalam Bahasa
Inggris dan akan diterbitkan oleh Yayasan Lontar.
Leila kini sedang menggarap lanjutan 9 dari Nadira dan
kumpulan cerita seorang pembunuh bayaran, Lembayung Senja.
Leila berdomisilidi Jakarta bersama putri tunggalnya, Rain Chudori-Soerjoatmojo
yang juga menulis cerita pendek an resensi film. ( Dikutip dari novel Pulang,
459-460)
3.
Sinopsis
Paspor dicabut, berpindah negara, berpindah kota,
Berubah pekerjaan, berubah keluarga...
... segalanya terjadi tanpa rencana. Semua terjadi sembari kami
terengah-engah berburu identitas
Seperti ruh yang mengejar-ngejar tubuhnya sendiri
--Dimas Suryo
Sebelum saya
menulis sinopsis ceritanya lebih lanjut, persiapkan dulu sejenak ketidak
percayaan anda. Ketidak percayaan bahwa sejarah tak mungkin salah, ketidak
percayaan bahwa keluarga adalah satu-satunya yang absolut yang kita punya, dan ketidak
percayaan anda untuk hanya membaca resensi saya.
Cerita ini bermula
pada April 1968, sudah tiga tahun pelaksanaan misi untuk membumi hanguskan PKI dan
bahkan juga kepada orang-orang yang hanya tertempel bau PKI. Dimas Suryo, Nugroho,
Tjai, dan Risjaf adalah emat sekawan sahabat lama ini adalah mantan wartawan di
Kantor Berita Nusantara, dan pada masa itu wartawan adalah sesuatu yang
menyinggung sentimentil politik bahkan wartawan adalah salah satu kata yang
diharamkan. Pada masa itu mereka adalah buronan. Mereka merasa hidupnya telah
cukup dikejar-kejar ketidak adilan. Namun hari itu April 1968 hidup mereka
kembali diselimuti mendung pekat ketika kabar Hananto Prawiro sahabat mereka, telah
ditangkap dan dinyatakan tewas. Kini hidup mereka pun dikejar-kejar rasa
berslah karena kawannya di Indonesia dikaejar, ditembak, atau menghilang begitu
saja dalam perburuan peristiwa 30 September.
Hananto Prawiro
adalah sahabat Dimas Suryo (Tokoh Utama) namun mereka juga musuh . Mereka
adalah musuh dihadapan Surti Anandari, tetangga kos mereka saat Dimas kuliah di UI
dahulu. Surti adalah cinta pertama Dimas Suryo. Wanita yang bahkan menjadikan
Dimas Surya mengeluarkan kata Kenanga, Bulan, dan Alam dari kosa kata cintanya.
Mereka adalah nama yang telah dipersiapkan Dimas Suryo untuk anak-anaknya dari
Surti. Namun, pada suatu hari, tanpa pamit dan sepatah katapun, Surti
menghilang. Berbalik arah, menjauh dari kata cinta Dimas Suryo. Surti akhirnya
tetap menjadi Surti yang ibu dari Kenanga, Bulan, dan Alam. Namun kini Surti
adalah istri dari Hananto Prawiro, sahabat dekat Dimas Suryo.
Surti adalah salah
satu kepingan indah kisah cinta Dimas Suryo sebelum ia harus berlari-larian
mencari suaka politik. Sebelum ia dan ke-tiga temannya mendarat di Paris.
Indonesia sampai Paris. Bagi ia perjalanan itu telah cukup untuk melepaskan
segala identitas dirinya dalam sejauh perjalananya. Di Paris mereka berbeda,
identitas mereka, segala kepenatan mereka, mereka tanggalkan. Di sini, mereka
baru, mereka ingin mendapatkan keluarga yang baru. Mereka hanya ingin keadilan
yang baru. Di Paris 1968. Mereka tiba pada waktu yang kurang tepat rupanya, Paris
pada tahun itu adalah lautan pergolakan. Pergolakan yang membuat mereka iri. Di
sini, pertarungannya jelas keinginannya. Jelas Siapa yang dituntut dan siapa
yang menggugat. Perseteruan ini antara mahasiswa dan buruh melawan pemerintahan
De Gaulle. Di sana, diIndonesia, akrab dengan kekisruhan dan kekacauan namun
tak tau siapa kawan siapa lawan. Di Indonesia bahkan tidak tau apa yang
dicita-citakan pihak-pihak yang bertikai, kecuali kekuasaan. Betapa
porak-poranda. Betapa gelap.
Di Paris juga, Dimas Suryo bertemu Vivienne Deveroux. Seseorang
yang akhirnya akan menjadi kepingan indah kisah cintanya lagi. Wanita bermata
hijau itu membuatnya jatuh cinta. Wanita itu juga akhirnya memberinya seorang
putri yang pemberani bernama Lintang Utara. Putri yang akhirnya menitipkan
sparuh jiwanya untuk kembali ke Indonesia. Negara yang menurutnya penuh dengan
ketidak adilan, namun sakan selalu ia rindukan. Dan setelah kembali ke
Indonesia pada 1998, fakta apa yang akan diperoleh Lintang Utara? Ikuti kisahnya
dan rasakan drama keluarga, persahabatan, cinta, dan penghianatan berlatar
beakang tiga peristiwa bersejarah: Indonesia 30 September 1965, perancis, Mei
1968, dan Indonesia 1998.
Apakah anda masih
memiliki rasa ketidak percayaan yang anda bangun sebelum membaca ini? Jika iya,
maka rasakan sendiri sensasinya dalan 458 halaman novel Pulang. Selamat membaca.
4.
Kelebihan dan Kekurangan Buku
-
Kelebihan
Buku ini akan mempermainkan imajinasi yang bahkan belum pernah kita
bayangkan sebelumnya. Membuat kita mengagumi keindahan sejarah. Dan membuat
kita percaya bahwa sejarah adalah salah satu sesuatu yang absolut. Kata-perkata
dalam novel ini seakan-akan memberikan makna yang tersimpan, renyah untuk
dibaca namun juga akan memuaskan rasa lapar kita terhadap novel-novel yang anti
mainstream.
-
Kekurangan
Sejujurnya saya hampir tidak menemukan cela tentang karya ini. Perfect.
Dari segi penulisan, alur cerita, tema, dan sisi humanis yang diangkat semuanya
istimewa. Hanya satu catatan saya. Sisi sentilan politik di dalam novel ini (yang
mengambil setting politik) terasa kurang gahar. Hanya itu.
5.
Kritik dan Saran
Saya speechless untuk mengkritiknya, sebagai saran adalah untuk
mempercepat karya-karya terbarunya Leila S. Chudori. –CHI-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar