Rabu, 13 Mei 2015

RESENSI BUKU: PULANG


“La Lutte Continue”
 1.      Identita Buku
Judul Buku/ Novel      : Pulang
Penerjemah                  : -
Penerbit                       : Kepustakaan Populer Gramdia
Tahun Terbit                : 2012
Cetakan                       : Jakarta, September 2014
Edisi                            : Ke-5
Tebal Buku                  : viii+461
Harga Buku                 : Rp. 69.000
Pengarang                   : Leila S. Chudori
 2.      Kepengarangan
Latar Belakang Pengarang
            Leila S. Chudori. Lahir di Jakarta 12 Desember 1962. Karya-karya awal Leila dipublikasikan saat ia berusia 12 tahun di majalah Si Kuncung, Kawanku, dan Hai. Pada usia dini, dia menghasilkan buku kumpulan ceren berjudul Sebuah Kejutan, Empat Pemuda Kecil, dan Seputih Hati Andra.
            Leila menempuh pendidikan di Lester B. Person College of the Pasific (United World of Colleges) di Victoria, Kanada, dan dilanjutkan studi Political Science dan Comparative Development Studies di Universitas Tent, Kanada. Selama ini dia menulis di majalah Zaman, Horison, Matra, jurnal sastra Solidarity (Filipina), Menagerie (Indonesia), dan Tenggara (Malaysia). Buku kumpulan cerita pendeknya Malam Terakhir (Pustaka Utama Grafiti, 1989; Kepustakaan Populer Gramedia, 2009,2012) telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman Die Letzte Nacht (Horlemman Verlag).
Sejak tahun 1989 hingga kini bekerja sebagai wartawan majalah berita Tempo.
Leila adalah penggagas dan penulis skenario dalam drama televisi berjudul Dunia Tanpa Koma (produksi SenemArt, sutradara Maruli Ara) yang menampilkan Dian Sastrowardoyo dan ditayangkan RCTI pada 2006. Drama televisi ini mendapat penghargaan Sinetron Terpuji Festival Film Bandung 2007 dan Leila menerima penghargaan sebagai Penulis Skenario Drama Terpuji pada festival dan tahun yang sama.
Terakhir, Leila menuis skenario film pendek Drupadi (produksi SinemArt dan MilesFilm, sutradara Riri Riza), sebuah tafsir kisah Mahabarata; dan film Kata Maaf Terakhir (Maruli Ara, 2009) yang diproduksi SinemArt.
Pada tahun 2009, Leila S. Chudori meluncurkan buu kumpulan cerpen terbarunya “9 dari Nadira” dan penerbitan ulang buku “Malam Terakhir” oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) yang dilangsir oleh Agus Noor dalam harian Kompas sebagai “ kembalinya anak emas sastra Indonesia”. Kedua buku nya Malam Terakhir dan 9 dari Nadira kini dalam proses penerjemahan ke dalam Bahasa Inggris dan akan diterbitkan oleh Yayasan Lontar.
Leila kini sedang menggarap lanjutan 9 dari Nadira dan kumpulan cerita seorang pembunuh bayaran, Lembayung Senja.
Leila berdomisilidi Jakarta bersama putri tunggalnya, Rain Chudori-Soerjoatmojo yang juga menulis cerita pendek an resensi film. ( Dikutip dari novel Pulang, 459-460)
 3.      Sinopsis
Paspor dicabut, berpindah negara, berpindah kota,
Berubah pekerjaan, berubah keluarga...
... segalanya terjadi tanpa rencana. Semua terjadi sembari kami terengah-engah berburu identitas
Seperti ruh yang mengejar-ngejar tubuhnya sendiri
--Dimas Suryo
            Sebelum saya menulis sinopsis ceritanya lebih lanjut, persiapkan dulu sejenak ketidak percayaan anda. Ketidak percayaan bahwa sejarah tak mungkin salah, ketidak percayaan bahwa keluarga adalah satu-satunya yang absolut yang kita punya, dan ketidak percayaan anda untuk hanya membaca resensi saya.
            Cerita ini bermula pada April 1968, sudah tiga tahun pelaksanaan misi untuk membumi hanguskan PKI dan bahkan juga kepada orang-orang yang hanya tertempel bau PKI. Dimas Suryo, Nugroho, Tjai, dan Risjaf adalah emat sekawan sahabat lama ini adalah mantan wartawan di Kantor Berita Nusantara, dan pada masa itu wartawan adalah sesuatu yang menyinggung sentimentil politik bahkan wartawan adalah salah satu kata yang diharamkan. Pada masa itu mereka adalah buronan. Mereka merasa hidupnya telah cukup dikejar-kejar ketidak adilan. Namun hari itu April 1968 hidup mereka kembali diselimuti mendung pekat ketika kabar Hananto Prawiro sahabat mereka, telah ditangkap dan dinyatakan tewas. Kini hidup mereka pun dikejar-kejar rasa berslah karena kawannya di Indonesia dikaejar, ditembak, atau menghilang begitu saja dalam perburuan peristiwa 30 September.
            Hananto Prawiro adalah sahabat Dimas Suryo (Tokoh Utama) namun mereka juga musuh . Mereka adalah musuh dihadapan Surti Anandari, tetangga kos mereka saat Dimas kuliah di UI dahulu. Surti adalah cinta pertama Dimas Suryo. Wanita yang bahkan menjadikan Dimas Surya mengeluarkan kata Kenanga, Bulan, dan Alam dari kosa kata cintanya. Mereka adalah nama yang telah dipersiapkan Dimas Suryo untuk anak-anaknya dari Surti. Namun, pada suatu hari, tanpa pamit dan sepatah katapun, Surti menghilang. Berbalik arah, menjauh dari kata cinta Dimas Suryo. Surti akhirnya tetap menjadi Surti yang ibu dari Kenanga, Bulan, dan Alam. Namun kini Surti adalah istri dari Hananto Prawiro, sahabat dekat Dimas Suryo.
            Surti adalah salah satu kepingan indah kisah cinta Dimas Suryo sebelum ia harus berlari-larian mencari suaka politik. Sebelum ia dan ke-tiga temannya mendarat di Paris. Indonesia sampai Paris. Bagi ia perjalanan itu telah cukup untuk melepaskan segala identitas dirinya dalam sejauh perjalananya. Di Paris mereka berbeda, identitas mereka, segala kepenatan mereka, mereka tanggalkan. Di sini, mereka baru, mereka ingin mendapatkan keluarga yang baru. Mereka hanya ingin keadilan yang baru. Di Paris 1968. Mereka tiba pada waktu yang kurang tepat rupanya, Paris pada tahun itu adalah lautan pergolakan. Pergolakan yang membuat mereka iri. Di sini, pertarungannya jelas keinginannya. Jelas Siapa yang dituntut dan siapa yang menggugat. Perseteruan ini antara mahasiswa dan buruh melawan pemerintahan De Gaulle. Di sana, diIndonesia, akrab dengan kekisruhan dan kekacauan namun tak tau siapa kawan siapa lawan. Di Indonesia bahkan tidak tau apa yang dicita-citakan pihak-pihak yang bertikai, kecuali kekuasaan. Betapa porak-poranda. Betapa gelap.
            Di Paris juga, Dimas Suryo bertemu Vivienne Deveroux. Seseorang yang akhirnya akan menjadi kepingan indah kisah cintanya lagi. Wanita bermata hijau itu membuatnya jatuh cinta. Wanita itu juga akhirnya memberinya seorang putri yang pemberani bernama Lintang Utara. Putri yang akhirnya menitipkan sparuh jiwanya untuk kembali ke Indonesia. Negara yang menurutnya penuh dengan ketidak adilan, namun sakan selalu ia rindukan. Dan setelah kembali ke Indonesia pada 1998, fakta apa yang akan diperoleh Lintang Utara? Ikuti kisahnya dan rasakan drama keluarga, persahabatan, cinta, dan penghianatan berlatar beakang tiga peristiwa bersejarah: Indonesia 30 September 1965, perancis, Mei 1968, dan Indonesia 1998.
            Apakah anda masih memiliki rasa ketidak percayaan yang anda bangun sebelum membaca ini? Jika iya, maka rasakan sendiri sensasinya dalan 458 halaman novel Pulang. Selamat membaca.
 4.      Kelebihan dan Kekurangan Buku
-          Kelebihan
Buku ini akan mempermainkan imajinasi yang bahkan belum pernah kita bayangkan sebelumnya. Membuat kita mengagumi keindahan sejarah. Dan membuat kita percaya bahwa sejarah adalah salah satu sesuatu yang absolut. Kata-perkata dalam novel ini seakan-akan memberikan makna yang tersimpan, renyah untuk dibaca namun juga akan memuaskan rasa lapar kita terhadap novel-novel yang anti mainstream.
-            Kekurangan
Sejujurnya saya hampir tidak menemukan cela tentang karya ini. Perfect. Dari segi penulisan, alur cerita, tema, dan sisi humanis yang diangkat semuanya istimewa. Hanya satu catatan saya. Sisi sentilan politik di dalam novel ini (yang mengambil setting politik) terasa kurang gahar. Hanya itu.
 5.      Kritik dan Saran
Saya speechless untuk mengkritiknya, sebagai saran adalah untuk mempercepat karya-karya terbarunya Leila S. Chudori. –CHI-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar