Aku
Bukanlah Aku
Aku
adalah api
Yang
telah lelah memberangus diri
Hingga
sadar aku
Api
bukanlah aku lagi
Aku masih berdiri
Menatap ragu kobaran api
Aku takut untuk panas
Tapi akupun takut untuk gelap
Aku
bukanlah aku
Aku
ingin buta saja
Tak
ingin aku lihat
Negeri
ini semakin merana
Aku ingin tuli saja
Tak ingin aku dengar lagi
Pemuda pemudi ingkar janji
Tak ingi lagi dengar jerit luka ibu
pertiwi
Aku
ini hendak mati
Diberangus
api yang menjilat hati
Tapi
aku tak mau mati
Bersama
asa yang bahkan belum aku ingkari
Curhat
aku,
Semarang, 15 Mei 2015
Malam sabtu yang aku
tak tahu
Hari
ini entah mengapa tiba-tiba hasratku meredup. Aku tidak tau hendak berbuat
apa-apa. Akhirnya aku bertanya kabar sahabatku M. Jalaluddin Usman, dia
bercerita tentang obsesinya kembali, dan aku rasa aku telah tertinggal untuk
maju.
Hingga
bersama dengan hati yang masih ragu, aku menggerakkan penaku lagi, walau hanya
untuk bercerita tentang keraguanku. Sebenarnya aku ragu, apakah aku masih dapat
mencinta dengan hasrat yang kini sudah tiada? Aku benar-benar ragu. Di saat
seperti ini aku biasanya akan menghabiskan malam bersama dengan secangkir kopi,
bersama sahabatku Jalaluddin Usman, berdiskusi tentang mimpi-mimpi.
Tapi
aku sadar sekarang aku sendiri. Tanpa tempat untuk beragi mimpi-mimpi. Aku
limbung, tapi aku sadar aku harus menulis lagi. Aku harus hidup lagi, memberi
manfaat lagi. Aku juga ingat bahwa akhir-akhir ini merupakan hari-hari yang tak
terduga. Sebenarnya akhir-akhir ini saya mendapat hasrat saya lagi. Bersama
sesuatu yang saya cintai. Yaitu BERPACU DENGAN WAKTU. Mulai dari air mata
pegantin hingga air mata sungguhan, atau bahkan berpacu melawan waktu untuk
mengejar kereta api. Akhir-akhir ini tak pernah aku duga. Namun,
Hari ini aku bukanlah
aku,
Hari
ini aku harus tetap maju, mengejar ideologiku yang menunggu langkah kakiku. Dia
menungguku. Di dpanku, selalu didepanku. Dia sepeti api, yang siap memberangus
hati.
Sekian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar