Sabtu, 16 Mei 2015

AKU BUKANLAH AKU


Aku Bukanlah Aku
Aku adalah api
Yang telah lelah memberangus diri
Hingga sadar aku
Api bukanlah aku lagi

            Aku masih berdiri
            Menatap ragu kobaran api
            Aku takut untuk panas
            Tapi akupun takut untuk gelap
Aku bukanlah aku
Aku ingin buta saja
Tak ingin aku lihat
Negeri ini semakin merana
            Aku ingin tuli saja
            Tak ingin aku dengar lagi
            Pemuda pemudi ingkar janji
            Tak ingi lagi dengar jerit luka ibu pertiwi
Aku ini hendak mati
Diberangus api yang menjilat hati
Tapi aku tak mau mati
Bersama asa yang bahkan belum aku ingkari



Curhat aku,
Semarang, 15 Mei 2015
Malam sabtu yang aku tak tahu
            Hari ini entah mengapa tiba-tiba hasratku meredup. Aku tidak tau hendak berbuat apa-apa. Akhirnya aku bertanya kabar sahabatku M. Jalaluddin Usman, dia bercerita tentang obsesinya kembali, dan aku rasa aku telah tertinggal untuk maju.
            Hingga bersama dengan hati yang masih ragu, aku menggerakkan penaku lagi, walau hanya untuk bercerita tentang keraguanku. Sebenarnya aku ragu, apakah aku masih dapat mencinta dengan hasrat yang kini sudah tiada? Aku benar-benar ragu. Di saat seperti ini aku biasanya akan menghabiskan malam bersama dengan secangkir kopi, bersama sahabatku Jalaluddin Usman, berdiskusi tentang mimpi-mimpi.
            Tapi aku sadar sekarang aku sendiri. Tanpa tempat untuk beragi mimpi-mimpi. Aku limbung, tapi aku sadar aku harus menulis lagi. Aku harus hidup lagi, memberi manfaat lagi. Aku juga ingat bahwa akhir-akhir ini merupakan hari-hari yang tak terduga. Sebenarnya akhir-akhir ini saya mendapat hasrat saya lagi. Bersama sesuatu yang saya cintai. Yaitu BERPACU DENGAN WAKTU. Mulai dari air mata pegantin hingga air mata sungguhan, atau bahkan berpacu melawan waktu untuk mengejar kereta api. Akhir-akhir ini tak pernah aku duga. Namun,
Hari ini aku bukanlah aku,
            Hari ini aku harus tetap maju, mengejar ideologiku yang menunggu langkah kakiku. Dia menungguku. Di dpanku, selalu didepanku. Dia sepeti api, yang siap memberangus hati.

Sekian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar