Rabu, 18 Februari 2015

ANDONG'S CHISCOVERY

1726 Mdpl, Kabupaten Magelang.

Terima kasih Tuhan, Engkau telah menciptakan hambaMu ini di atas tanah yang begitu indah, bersama teman yang tak segan untuk melangkah, dan di bawah lagit yang biru merekah indah.
Semarang 18 Februari 2015
Mengilhami kembali perjalanan ini. Tentang sepaket guyuran hujan, kedinginan, lelah, kabut, dan pengalaman baru tentang mensyukuri tanah Indonesiaku. Tanah yang dilain sisinya sedang terjadi pertumpahan darah yang antah berantah, yang cicak memukul buaya menendang.
Tanah yang seperti saya kutip dari http://auliafachrudin.blogspot.com/ (blog mas kelas dan panutan saya) mempunyai logika bahwa “kalau  tindakan korupsi itu menguntungkan diri kita, keluarga kita, saudara kita, teman kita, maka kita akan diam dan membiarkan. Sedang kalau tindakan korupsi itu merugikan kita, dengan gagah beraninya kita berteriak kencang melawan. Aku tak heran, mungkin mereka yang berteriak itu karena tidak dapat bagian.” 

Seperti orang yang sedang mendaki gunung,
logikanya manusia akan bersusah payah hanya untuk mencapai puncak yang bahkan ia tahu, ia harus turun dari puncak itu. Namun seperti halnya susah payah ketika mendaki gunung, untuk menuruninya pula harus bersusah payah. Bersusah payah melawan gejolak hati yang sudah nyaman dengan puncaknya, melawan gejolak hati yang tahu beratnya jalan yang harus di jalani saat turun. Itulah manusia, orang yang sering lupa, ahwa tidak ada satu pangkatpun di dunia ini yang harus diperjuangkan dengan mati-matian.
Jika dipikir ulang, saya yakin sebenarnya Indonesia sangat bayak mempunyai orang-orang yang berpotensi mengubah Indonesia untuk menjadi lebih maju. Anda adalah salah satunya. Saya juga yakin orang-orang di Indonesia sudah bosan mendengarkan kisah roman picisan konflik politik cicak memukul buaya menendang yang pada intinya dan pada ujung-ujungnya adalah merugikan Rakyat. Iya Rakyat, sebuah kata yang dalam kosakata Bahasa Indonesia hanya sering bersanding dengan kata “Jelata” ataupun kata “Biasa”.
Saya yang notabenenya adalah orang kelas rakyat, hanya mengutip nadhom dari kitab Faroid al Bahiyyah karya Sayyid Abi Bakar Al Ahdal Al Yamany As Syafi’iy.Yang berbunyi:
Fachinama mashlachatun wa mafsadah                  Ta’arodho quddima daf’u al mafsadah”
Yang artinya:
“ Apabila berkumpul suatu perbaikan kan kerusakan, maka utamakanlah untuk mencegah kerusakan tersebut”
Sebenarnya itu adalah logika Islam sederhana, yang jika kita memang mengetahui maknanya dan kita terapkan dalam negeri Indonesia tercinta ini akan memberikan ketenanga dan tidak lagi merugikan Rakyat, saya ulangi lagi, tidak merugikan Rakyat. Daripada kita sok baik untuk menegakkan suatu perkara yang amat kecil namun kita menambahkan masalah, lebih baik kita menyelesaikan satu masalah dengan tidak menambah masalah dan menggadaikan bangsa indonesia dengan tontonan roman picisan cicak memukul buaya menenddang.

Haha, saya rasa cukup sekian saya ngelantur kesana-kemari. Dari pucak Gunung Andng 1726 Mdpl, saya hanya bisa bersyukur atas keramahan Rakyat Indonesia, keindahan alamnya dan senantiasa berdo’a agar Indonesia Rakyat Indonesia sadar, bukan mereka yang akan merubah bangsa kita, tapi kita sendiri adalah pelopornya. Eh lupa, untuk Pak Presiden, logika sederhana lagi namun harus dicamkan baik-baik, demokrasi itu dari Rakyat, oleh Rakyat, dan untuk Rakyat, Jadi Keluarkanlah lagi Pak Presiden, jiwamu yang MERAKYAT. Terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar