1726
Mdpl, Kabupaten Magelang.
Terima kasih Tuhan, Engkau telah menciptakan hambaMu ini di atas
tanah yang begitu indah, bersama teman yang tak segan untuk melangkah, dan di
bawah lagit yang biru merekah indah.
Semarang
18 Februari 2015
Mengilhami
kembali perjalanan ini. Tentang sepaket guyuran hujan, kedinginan, lelah,
kabut, dan pengalaman baru tentang mensyukuri tanah Indonesiaku. Tanah yang
dilain sisinya sedang terjadi pertumpahan darah yang antah berantah, yang cicak
memukul buaya menendang.
Tanah yang seperti saya kutip dari http://auliafachrudin.blogspot.com/ (blog mas kelas dan panutan saya) mempunyai logika bahwa “kalau tindakan korupsi itu menguntungkan diri kita, keluarga kita, saudara kita, teman kita, maka kita akan diam dan membiarkan. Sedang kalau tindakan korupsi itu merugikan kita, dengan gagah beraninya kita berteriak kencang melawan. Aku tak heran, mungkin mereka yang berteriak itu karena tidak dapat bagian.”
Tanah yang seperti saya kutip dari http://auliafachrudin.blogspot.com/ (blog mas kelas dan panutan saya) mempunyai logika bahwa “kalau tindakan korupsi itu menguntungkan diri kita, keluarga kita, saudara kita, teman kita, maka kita akan diam dan membiarkan. Sedang kalau tindakan korupsi itu merugikan kita, dengan gagah beraninya kita berteriak kencang melawan. Aku tak heran, mungkin mereka yang berteriak itu karena tidak dapat bagian.”
Seperti orang yang sedang mendaki gunung,
logikanya manusia akan bersusah payah hanya untuk mencapai puncak yang bahkan ia tahu, ia harus turun dari puncak itu. Namun seperti halnya susah payah ketika mendaki gunung, untuk menuruninya pula harus bersusah payah. Bersusah payah melawan gejolak hati yang sudah nyaman dengan puncaknya, melawan gejolak hati yang tahu beratnya jalan yang harus di jalani saat turun. Itulah manusia, orang yang sering lupa, ahwa tidak ada satu pangkatpun di dunia ini yang harus diperjuangkan dengan mati-matian.
Jika dipikir ulang, saya yakin sebenarnya
Indonesia sangat bayak mempunyai orang-orang yang berpotensi mengubah Indonesia
untuk menjadi lebih maju. Anda adalah salah satunya. Saya juga yakin
orang-orang di Indonesia sudah bosan mendengarkan kisah roman picisan konflik
politik cicak memukul buaya menendang yang pada intinya dan pada ujung-ujungnya
adalah merugikan Rakyat. Iya Rakyat, sebuah kata yang dalam kosakata Bahasa
Indonesia hanya sering bersanding dengan kata “Jelata” ataupun kata “Biasa”.
Saya yang notabenenya adalah orang kelas
rakyat, hanya mengutip nadhom dari kitab Faroid al Bahiyyah karya Sayyid
Abi Bakar Al Ahdal Al Yamany As Syafi’iy.Yang berbunyi:
“ Fachinama mashlachatun wa mafsadah Ta’arodho quddima daf’u al
mafsadah”
Yang artinya:
“ Apabila
berkumpul suatu perbaikan kan kerusakan, maka utamakanlah untuk mencegah
kerusakan tersebut”
Sebenarnya
itu adalah logika Islam sederhana, yang jika kita memang mengetahui maknanya
dan kita terapkan dalam negeri Indonesia tercinta ini akan memberikan ketenanga
dan tidak lagi merugikan Rakyat, saya ulangi lagi, tidak merugikan Rakyat.
Daripada kita sok baik untuk menegakkan suatu perkara yang amat kecil namun
kita menambahkan masalah, lebih baik kita menyelesaikan satu masalah dengan
tidak menambah masalah dan menggadaikan bangsa indonesia dengan tontonan roman
picisan cicak memukul buaya menenddang.
Haha,
saya rasa cukup sekian saya ngelantur kesana-kemari. Dari pucak Gunung Andng
1726 Mdpl, saya hanya bisa bersyukur atas keramahan Rakyat Indonesia, keindahan
alamnya dan senantiasa berdo’a agar Indonesia Rakyat Indonesia sadar, bukan
mereka yang akan merubah bangsa kita, tapi kita sendiri adalah pelopornya. Eh
lupa, untuk Pak Presiden, logika sederhana lagi namun harus dicamkan baik-baik,
demokrasi itu dari Rakyat, oleh Rakyat, dan untuk Rakyat, Jadi Keluarkanlah
lagi Pak Presiden, jiwamu yang MERAKYAT. Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar